Perang Rusia vs Ukraina semakin tak terhenti. Beberapa negara di dunia seperti Inggris dan Amerika memberlakukan sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina, seperti salah satunya yaitu pelarangan dagang atau memberhentikan impor banyak komoditas dari Rusia.
Dengan adanya embargo ini, tentunya banyak negara lain yang mencari negara subtitute untuk mendapatkan sumber komoditas penting tersebut. Indonesia masuk dalam list negara yang memiliki potensi dengan kekayaan komoditas yang bisa menjadi alternatif pengganti komoditas dari Rusia.
Lalu, apa saja kekayaan komoditas Indonesia yang dilirik dan dinilai oleh dunia untuk bisa menggantikan sumber komoditas yang terhambat akibat perang Rusia vs Ukraina? Simak selengkapnya di bawah ini.
1. Komoditas Nikel
Salah satu kekayaan alam Indonesia yang menjadi incaran negara dunia akibat perang Rusia vs Ukraina terkini adalah nikel. Pasalnya, pasokan nikel menjadi terhambat dan banyak negara mulai kelimpungan. Nikel sendiri banyak digunakan sebagai bahan baku baterai untuk kendaraan listrik.
Diperkiran pada tahun 2022, pasokan nikel di Indonesia semakin bertambah. Salah satu jenisnya adalah logam nikel kelas 1. Jenis logam ini merupakan buatan Rusia, diantaranya nikel sulfat, MSP atau Mixed Sulphide Precipitate, nickel matte. MHP atau Mixed Hydroxide Precipitate dan lainnya.
Jenis tersebut memiliki nilai kadar logam yang menyentuh angka 99,9%. Rusia sendiri merupakan negara pemasok nikel kelas 1 terbesar di dunia. Selain negara Indonesia, tidak ada negara lain di dunia yang dinilai bisa berpotensi menggantikan pasokan nikel ini.
2. Komoditas Tembaga
Selain nikel, imbas dari perang Rusia vs Ukraina adalah ekspor komoditas tembaga dari Rusia. Distribusi tembaga terhambat padahal Rusia dikenalĀ dunia sebagai salah satu negara pengekspor tembaga terbesar. Kebanyakan tembaga Rusia diekspor ke negara-negara Eropa serta Asia.
Tercatat bahwa kontribusi dari produksi tembaga negara Rusia sudah mencapai 4% dari produksi tembaga di dunia. Selama perang terjadi, Indonesia lagi-lagi dilirik dunia karena dinilai berpotensi untuk menggantikan pasokan tembaga Rusia.
Di Indonesia, tercatat ada dua smelter yang didirikan. Smelter adalah fasilitas pengelolaan dan peleburan berbagai jenis logam, mulai dari tembaga nikel dan sebagainya. Smelter pertama didirikan di Jawa Timur tepatnya di Gresik, dengan nama PT Smelting.
Selain di Jawa Timur, smelter lain juga didirikan di Maluku yakni smelter PT Batutua Tembaga Raya. PT Smelting Jawa Timur merupakan fasilitas pengelolaan logam terbesar di Indonesia. Setidaknya, ada sekitar 1 juta ton logam per tahun ynag dikelola oleh PT tersebut.
PT Smelting yang merupakan merge dari perusahaan MMC atau Mitsubishi Materials Corporation dan PT Freeport Indonesia ini, berhasil mencapai jumlah produksi sekitar 300 ribu ton tembaga dalam setiap tahunnya.
Berbeda dengan PT Smelting, PT Batutua Tembaga Raya Maluku ini hanya mampu menghasilkan 25 ribu ton katoda tembaga setiap tahunnya. Dilansir dari data Minerba (Mineral dan Batu Bara), produksi tembaga Indonesia pada tahun 2021 mencapai 289,5 ribu ton.
Di tahun sebelumnya, produksi tembaga hanya mencapai 268,6 ribu ton. Bisa terlihat betapa signifikannya kenaikan nilai tembaga akibat perang Rusia vs Ukraina terkini.
3. Komoditas Batu Bara
Tak bisa dipungkiri, Indonesia memiliki begitu banyak kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Tak heran jika Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil batu baru terbesar di urutan ketiga di dunia, setelah nomor satu diduduki Cina, dan dua diduduki India.
Produksi batu bara di Indonesia menaiki peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 663 juta ton batu bara. Padahal pada tahun sebelumnya, Indonesia mampu memproduksi sebanyak 614 juta ton batu bara. Bahkan, pada tahun 2020 Indonesia hanya memproduksi sebanyak 561 juta ton batu bara.
Rusia juga dikenal sebagai negara penghasil dan pengekspor batu bara terbesar di dunia. Selain nikel dan tembaga, dampak dari perang Rusia vs Ukraina berimbas juga terhadap ekspor batu bara. Banyak negara di Eropa yang mulai mencari alternatif ke negara lain, salah satunya tentu Indonesia.
Tak hanya Eropa, negara China juga kebingungan karena biasanya negara tersebut mengimpor batu bara Rusia sebesar 420 juta ton batu bara. Kini, banyak negara yang mulai menjajaki Indonesia untuk menggantikan pasokan batu bara Rusia.
Tentunya hal ini menjadi nilai keuntungan dan meningkatan pendapatan negara Indonesia. Tak hanya keuntungan dari segi harga yang didapat oleh Indonesia, namun juga dari segi volume banyaknya permintaan batu bara selama perang Rusia vs Ukraina.
Porak poranda yang diakibatkan dari perang Rusia vs Ukraina terkini memberikan imbas luas ke seluruh dunia. Salah satunya kesulitan mengimpor komoditas energi dari Rusia. Namun, hal ini justru memberikan ladang keuntungan dan potensi baru untuk Indonesia.
Mulai dari nikel, tembaga hingga batu baru yang diproduksi oleh Indonesia mulai dilirik dan diincar sebagai alternatif pengganti pasokan komoditas yang terhenti akibat perang.